4/05/2009

Hadirkan Allah dalam Kehidupan (1)

TIDAK sedikit manusia yang disorientasi dalam hidupnya. Kosong, kering, gersang, tanpa makna. Karena hidup tanpa Allah. Tulisan ini akan menyoroti bagaimana hidup dengan berpola tauhid. Termasuk perkara tauhid adalah menyandarkan semua urusan kepada Allah sahaja. Banyak berikhtiar, berikhtiar saja. Dia tidak melibatkan Allah.
Betul memang, dunia ini sudah dibuat-Nya berjalan dengan sunnatullah-Nya. Siapa yang bekerja, maka dia gajian. Siapa yang belajar, maka ia mendapatkan ilmunya. Siapa yang berusaha, berniaga, maka ia mendapatkan keuntungan. Siapa yang berobat, maka ia temukan kesembuhan.
Kira-kira begitulah ragam sunnatullah-Nya. Meskipun ada sebaliknya yang juga merupakan sunnatullah-Nya juga. Maka, siapa yang melibatkan Allah, maka di dalam ikhtiarnya, ada Allah. Dan Allah, berarti ibadah dan keberkahan. Ikhtiarnya menjadi ibadah dan mengandung keberkahan. Sungguhpun ia tiada hasil.
Kelak akan ada juga pertanyaan, kedudukan ikhtiar dimana? Kedudukan ikhtiar adalah menjadi ibadah, manakala kita kemudian sudah secara hati dan pola hidup bertauhid. Tapi kemudian ikhitar menjadi salah apabila secara hati dan pola hidup tidak bertauhid. Dan kelak juga kita akan belajar banyak kesia-siaan akhirnya terjadi sebab salah langkah menuju manusia, bukan menuju Allah.
Contoh seseorang yang ingin kerja. Ia lalu melayangkan surat lamaran pekerjaan tanpa mengucap basmalah, tanpa shalat, dan doa terlebih dahulu, tanpa sedekah diawal, bisa jadi, sesuai sunnatullah-Nya, ia mendapatkan pekerjaan itu.
Misalkan, sebab ia lulusan terbaik, banyak skilnya, bagus, multitalent dan punya performa yang mengagumkan. Namun, sebatas mendapatkan pekerjaan itu. Tidak mendapatkan Allah. Dan, ini berarti tidak menjadi ibadah dan tidak menjadi keberkahan baginya.
Seseorang yang sakit. Ia cari kesembuhan dengan berobat. Lalu ia benar-benar sembuh. Padahal ia tidak berdoa, keluarganya tidak sholat dan berdoa, tiada pengajian-pengajian yang digelar, tiada ibadah pokoknya, berobat ya berobat. Bahkan tanpa basmallah.
Ini memang juga sunnatullah-Nya. Dan yang demikian ini berlaku juga buat mereka yang bahkan tidak ber-Tuhan sekalipun. Barangkali ia ketemu dokter yang tepat, ketemu obat yang bersesuaian. Tapi sakitnya ini tak menjadi rahmat baginya. Dengan sakitnya ia tiada ada menambah kedekatan diri dengan Allah.
Seseorang yang berutang, tapi ia penuh semangat. Ia tidak mau kehilangan motivasi hidup hanya lantaran utang. Ia bangun spirit hidupnya. Ia bangun motivasi dirinya. Kemudian ia full-kan ikhtiar, subhaanallah, secara dunia, ia bisa menjadi the winner, pemenang.
Utangnya bisa saja ia tundukkan. Sayangnya, ia tidak memulai segala ikhtiarnya dengan bismillah. Ibadah ia tegakkan. Allah ia tidak percayai, bahkan barangkali ia malah menyalahkan gara-gara Allah ia berutang. Bisa saja hal ini terjadi. Nah, tehadap yang begini, ikhtiarnya dan permasalahannya, tidak membawa nilai ibadah dan keberkahan. Biasa saja.
Tentu saja, tidak ada jaminan juga bahwa Anda yang ber-Tuhan Allah, lalu begitu saja mendapatkan kemudahan. Ya sama saja. Ikhtiar, proses, ya perlu dilakukan dan dilalui. Namun buat mereka-mereka yang melibatkan Allah, maka sebelum lagi semua pekerjaannya itu menghasilkan, ia sudah menang duluan. Dari langkah yang pertama, semua sudah menjadi ibadah. Dan, seluruh tahapannya mengandung keberkahan. Masya Allah.
Bedanya di mana? Barangkali dinilai.
Dan, tentu saja, tidak ada juga yang sudah melibatkan Allah dan menyempurnakan ikhtiar, lalu hasilnya malah sama dengan yang tidak melibatkan Allah dan yang tidak menyempurnakan ikhtiar. Hasilnya pasti beda. Dengan sedikit mengubah pola ikhtiar kita, yakni yang melibatkan Allah, maka hasilnya akan Masya Allah. Beda sekali. Baik dalam kecepatannya, dalam hasilnya, dan dalam prosesnya. Semuanya akan diberikan Allah kenikmatan.

Sumber : Miracle Kolom Ustadz Yusuf Mansyur SM Jum'at 3 April 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar